Sahabat Ilmu

Ahad, 30 Mei 2010

Hukum Menyembuyikan Ilmu Agama

Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 159-160 disebutkan yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilakna(pula) oleh semua makhluk yang bisa melaknat. Kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran, maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya, dan Akulah yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang”.

Adapun sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan ahli kitab, tatkala mereka ditanya tentang apa yang ada dalam kitab mereka tentang kenabian Muhammad SAW, yang ternyata mereka menyembunyikannya dan tidak mau memberitakannya karena rasa dengki dan marah.

Imam As-Sayuthi dalam kitabnya Ad-Durrul Manstur dari Ibnu Abbas R.a bahwa Mu’adz Bin Jabal dan sebagian sahabat menanyakan kepada segolongan Pendeta Yahudi tentang sebagian isi taurat, kemudian mereka menyembunyikannya dan menolak untuk memberitakannya, kemudian turunlah ayat ini.
Apa kandungan hukum dalam ayat ini? Apakah ayat ini khusus berkenaan dengan para pendeta Yahudi dan Nasrani saja?
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan ihwal ahli kitab dari pendeta-pendeta Yahudi dan Nasrani yang enggan memberitakan dan menyembunyikan sifat-sifat Nabi SAW sebagaimana yang disebutkan dalam sebab turunnya ayat ini, tetapi lebih luas ayat ini mengena kepada setiap orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menyembunyikan hukum-hukum Agama, karena yang dipakai sebagaimana dikatakan oleh Ulama ‘Ushul adalah keumuman lafalnya, bukan kekhususan sebabnya. Sedangkan ayat-ayat in bersifat umum, menggunakan sighat isim maushul (Al-ladzina yaktumuna=mereka yang menyembunyikan). Oleh karena itu menunjukan arti umum.
Hal tersebut diperkuat juga dengan Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan al-Hakim “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, maka ia pada hari kiamat nanti akan dikendalikan dengan kendali api neraka”

Dan juga para sahabat memahami ayat ini untuk arti umum, dan mereka orang-orang arab yang fasih yang menjadi pedoman umat dalam memahami Al-Quran, seperti yang dikatakan Abu Hurairah, r.a : “kalau seandainya tidak ada sebuah ayat dalam kitab Allah, tentu aku tidak akan menyampaikan kepada kalian satu hadist pun, kemudian ia membaca firman Allah “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk….dst.”

Yang menjdai pertanyaan selanjutnya bolehkah mengambil upah dari mengajar Al-Quran dan ilmu-ilmu agama?

Dalam Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni diterangkan sebagai berikut. Bahwa dengan berlandaskan ayat “Sesungguhnya orang-orang yang menyembuyikan apa telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk… dst.” itu, ulama berpendapat, bahwa mengambil upah dari mengajarkan Al-Quran dan ilmu agama lainnya, karena ayat ini menyuruh kaum muslimin untuk menyi'arkan ayat-ayat Allah dan ilmu agama dan dilarang menyembunyikannya. Dan seseorang tidak berhak mendapat upah atas pekerjaan yang menjadi kewajibannya, sebagaimana tidak berhaknya atas upah bagi seseorang yang mengerjakan Sholat, karena Sholat merupakan suatu amalan pendekatan diri kepada Allah dan sekaligus ibadah, oleh karena itu haram mengambil upah mengerjakan Sholat.

Akan tetapi, ulama Mutaakhirin setelah melihat kelengahan manusia dan hilangnya perhatian mereka terhadap pendidikan agama dan kecenderungannya terhadap urusan duniawi lebih besar, yang berakibat juga tidak ada perhatian untuk mempelajari kitabullah - Al-Quranul karim dan ilmu-ilmu agama maka praktis tiadalah pemelihara-pemelihara Al-Quran dan berbagai ilmu. Karena factor-faktor inilah para ulama Mutaakhirin memperkenankan mengambil upah (pengajar AL-Quran dan pengajar ilmu-ilmu agama lainnya), bahkan sebagaian mereka wajib memberikan upah kepada para pemelihara ilmu Agama. Tidaklah wakaf-wakaf diberikan hanyalah untuk maksud-maksud memelihara Al-Quran dan ilmu-ilmu agama, yang merupakakan sarana bagi terpeliharanya Al-Quran, sebagaimana difirmankan Allah dalam Q.S Al-Hijr ayat 9 : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya”.

Hanya saja, As-Shabuni mendapatkan bahwa para ulama Muttaqadimin dari kalangan fuqaha, bahwa mereka sepakat atas haramnya upah yang diambil dari mengajar ilmu-ilmu agama karena mengajar itu ibadah sedang mengambil upah dari ibadah itu tidak boleh.

Pandangan As-Shabuni sendiri dalam menilai masalah ini, bahwa pandangan secara fiqih yang halus ini mengangkat derajat ilmu ke derajat ibadah, maka pandangan semacam ini patut diperhatikan. Namun ilmu-ilmu Syari’at hampir tidak diperhatikan lagi kendatipun fatwa ulama Mutaakhirin membolehkan mengambil upah dari mengajar Ilmu-ilmu Agama. Apalagi kalau kita mengambil pandangan para Ulama Mutaqaddimin yang melarang mengambill upah dari mengajar Ilmu Agama? Dengan begitu mungkin tidak aka nada orang yang mengajarkan dan belajar ilmu Agama dsb. Innalilahi Wa Innailaihi Raji’un. Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kemabali.

JIka kita tarik kesimpulannya dari ayat di atas adalah sebagai berikut:
1. Bahwa kaum Yahudi dan Nasrani menyembuyikan sifat-sifat Nabi SAW (dalam taurat dan Injil) untuk menghalang-halangi manusia beriman kepadanya.
2. Bahwa menyembunyikan ilmu itu mengkhianati amanah yang dibebankan kepada para ulama(yang mempunyai ilmu)
3. Bahwa menyiarkan ilmu dan menyampaikannya kepada umat manusia agar petunjuk Illahi merata adalah Wajib.
4. Bahwa barang siapa menyembunyikan ilmu tentang hukum-hukum agama akan dilaknat Allah dan semua makhluk yang bisa melaknat.
5. Bahwa taubat yang diterima tidaklah cukup dengan memohon ampunan saja, tapi harus disertai dengan perbaikan perbuatan dan ikhlas dalam beramal.

Hikmatu tasyri
Syari’at –Syari’at samawi telah datang untuk memberi petunjuk kepada umat manusia dan mengeluarannya dari kegelapan menuju cahaya. Sedang Islam meyuruh kita untuk mengajar orang-orang yang tidak mengerti, menunjukkan kepada mereka yang berada dalam kesesatan dan mengajaknya kepada (Agama) Allah, sehingga kelak di hari Kiamat tidak ada seseorang yang mengelak karena belum menerima dakwah.

Dan apa-apa yang diturunkan Allah SAW yang berisi petunjuk dan penerangan yang tidak lain semua itu hanya untuk kebaikan manusia dan memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Sedangkan menyembunyikan ilmu dan tidak menyampaikannya kepada umat manusia, itu berarti telah menghalangi misi risalah, dimana Allah SWT mengutus nabi dan rosulnya semata-mata untuk maksud tersebut, dan juga berkhianat terhadap amanat yang telah dipikulkan di atas pundak para ulama, Allah SWT berfirman yang artinya “Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu) ‘hendaklah kamu menerangkannya (isi kitab itu) kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya’...” (Q.S Ali-Imron:187), maka Allah sangat ingkat terhadap orang yang menyembunyikan sesuatu yang dihajatkan untuk orang banyak, terutama urusan agama, serta memberikan ancaman siksa yang pedih bagi siapa saja yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dan ilmu-ilmu agama, karena perbuatan tersebut merupakan dosa besar yang berhak mendapat laknat dari Allah SWT dan semua makhluk yang bisa melaknat dan dijauhkan dari rahmat Allah.
Dengan demikian, jelaslah bagi kita bahwa Islam adalah agama yang sempurna yang memberikan dorongan yang sangat besar untuk tersebarnya ilmu yaitu dengan menyampaikan dakwah kepada umat manusa, dan memerangi kebodohan dan kesesatan, dan Islam menilai menyiarkan ilmu termasuk ibadah, dan menyembuyikannya adalah berdosa. Rosulullah SAW telah bersabda “Sampaikanlah walapun hanya satu ayat” dan ia pun bersabda lagi “barang siapa ditanya mengenai suatu ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, maka dia akan diberi kendali pada hari kiamat nanti dengan kendali api neraka”.

Wallahu’alam bi showab
Sumber : Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni (1)

http://lin-muthmainnah.blogspot.com

Tiada ulasan: