Penyakit orang-orang “muda” yang baru menapakkan kakinya beberapa langkah di dunia ilmu keislaman adalah mereka tidak mengetahui kecuali satu pendapat dan sudut pandang yang mereka dapatkan dari satu orang syeikh (guru). Mereka membatasi diri dalam satu madrasah dan tidak bersedia mendengar pendapat lainnya atau mendiskusikan pendapat-pendapat lain yang berbeda dengannya.
Anehnya, mereka ini melarang bertaqlid, padahal sebenarnya mereka sendiri bertaqlid. Mereka menolak mengikuti para imam terdahulu, tetapi mereka bertaqlid kepada sebahagian ulama masa kini. Mereka bahkan menolak madzhab, padahal mereka sendiri menjadikan pendapatnya sebagai “madzhab kelima” dengan membelanya mati-matian dan menolak setiap orang yang berbeda pendapat dengannya. Mereka menolak ilmu kalam klasik yang mengutamakan perdebatan kalamiah, tetapi sebenarnya mereka sendiri telah membuat “ilmu kalam baru” dengan pembicaraan mereka yang tidak memperhatikan penanaman aqidah di dalam hati, tetapi hanya mementingkan perdebatan sekitar masalah-masalah aqidah.
Sesungguhnya, sikap mereka terhadap kebenaran tak ubahnya seperti sikap orang-orang buta terhadap gajah dalam kisah India yang terkenal. Mereka tidak mengetahui gajah melainkan bahagian yang disentuh olehnya.
Seandainya mereka mahu memperluaskan wawasan, niscaya mereka akan mengetahui dan menyedari bahawa persoalan yang dihadapi itu lebih luas dari sekitar satu pendapat dan keanekaragaman pendapat itu dapat ditoleransi. Akan tetapi, yang penting adalah bersikap adil, meninggalkan fanatisme, dan mahu mendengarkan orang lain, sekalipun mungkin mereka lebih benar pendapatnya.
(Dr Yusuf Al-Qardhawi, Fiqhul Ikhtilaf)
Anehnya, mereka ini melarang bertaqlid, padahal sebenarnya mereka sendiri bertaqlid. Mereka menolak mengikuti para imam terdahulu, tetapi mereka bertaqlid kepada sebahagian ulama masa kini. Mereka bahkan menolak madzhab, padahal mereka sendiri menjadikan pendapatnya sebagai “madzhab kelima” dengan membelanya mati-matian dan menolak setiap orang yang berbeda pendapat dengannya. Mereka menolak ilmu kalam klasik yang mengutamakan perdebatan kalamiah, tetapi sebenarnya mereka sendiri telah membuat “ilmu kalam baru” dengan pembicaraan mereka yang tidak memperhatikan penanaman aqidah di dalam hati, tetapi hanya mementingkan perdebatan sekitar masalah-masalah aqidah.
Sesungguhnya, sikap mereka terhadap kebenaran tak ubahnya seperti sikap orang-orang buta terhadap gajah dalam kisah India yang terkenal. Mereka tidak mengetahui gajah melainkan bahagian yang disentuh olehnya.
Seandainya mereka mahu memperluaskan wawasan, niscaya mereka akan mengetahui dan menyedari bahawa persoalan yang dihadapi itu lebih luas dari sekitar satu pendapat dan keanekaragaman pendapat itu dapat ditoleransi. Akan tetapi, yang penting adalah bersikap adil, meninggalkan fanatisme, dan mahu mendengarkan orang lain, sekalipun mungkin mereka lebih benar pendapatnya.
(Dr Yusuf Al-Qardhawi, Fiqhul Ikhtilaf)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan