Sabtu, 1 Januari 2011

Kenapa Kamu Berkata Dengan Apa yang kamu tidak lakukan?

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah saw, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
Kita akan merenungkan dua firman Allah swt yang tertera di dalam kitabNya:
2.  Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? 3.  Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. QS. Al-Shaff: 2-3

Firman Allah swt:
(Wahai orang-orang yang beriman) perintah ini bagi orang-orang yang beriman.

Pertama: Sebab peringatan hanya bermanfaat bagi orang yang beriman.
Kedua: Karena mereka terbebas dan suci dari sifat-sifat yang buruk

Al-Qurthubi berkata: Kata Tanya ini dating dalam gaya bahasa mengingkari danmengecam orang yang hanya berkata kebaikan namun dia tidak mengerjakan kebaikan tersebut, baik terhadap perkara yang telah berlalu maka dia dengannya telah berdusta atau terhadap perakra yang akan dating maka dengannya dia telah menyalahi janji dan kedua realita ini tercela.[1]

Ibnu Abbas ra berkata: Sebagian oarng yang beriman sebelum diwajibka jihad, mereka berkata: Kami berharap jika Allah menunjukkan kepada kami perbuatan-perbuatan yang paling dicintaiNya lalu kita akan mengerjakannya, lalu Allah memberitahukan kepada NabiNya bahwa amal yang paling beliau cintai adalah beriman kepada Allah dengan keimanan yang tiada keraguan padanya dan berjihad terhadap orang yang bermaksiat kepada Allah. Kemudian pada saat diturunkannya ayat tentang berjihad sebagaian orang yang beriman membenci perkara tersebut dan mereka merasa berat menjalankannya. Maka Allah menurunkan firmanNya:

2.  Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Ini adalah pendapat yang dipilih ole Ibnu Jarir rahimahullah.[2]

Syekh Abdurrahman bin As-Sa’di rahimhullah  berkata:
Yaitu kenapa kalian mengajak kepada kebaikan dan menganjurkan manusia melakukan hal tersebut bahkan mungkin kalian saling memuji dengannya namun kalian sendiri tidak mengerjakannya dan kalian mencegah orang lain dari keburukan dan mensucikan diri kalian darinya padahal kalian sendiri telah terpolusi dan tenggelam padanya. Oleh karana itulah, seyogayanya bagi orang yang menyuruh orang lain kepada kebaikan agar menjadi orang yang paling pertama mengerjakan kebaikan tersebut dan orang yang mencegah kepada keburukan agar menjadi orang yang paling menjauhi keburukan tersebut.[3]

Dari Usamah bin Zaid ra bahwa dia pernah mendengar Nabi saw bersabda: Seorang lelaki didatangkan pada hari kiamat lalu dicampakkan ke dalam api neraka, kemudian ususnya berhamburan keluar lalu dia berputar-putar dengannya seperti berputar-putarnya  himar dengan batu penggilingannya. Kemudian para penghuni surga berkumpul di hadapannya dan bertanya kepadanya: Apakah yang terjadi padamu?. Tidakkah engkau yang pernah memerintahkan kami kepada Al-Ma’ruf dan yang mencegah kepada yang mungkar?. Dia menjawab: Aku telah memerintahkan kalian dengan yang ma’ruf namun aku sendiri tidak melakukannya dan mencegah kalian kepada dari yang mungkar namun aku mengerjakannya”.[4]

Dari Anas bin Malik ra bahwa Nabi saw bersbda: Pada saat aku dinaikkan ke langit (dalam peristiwa isro’ mi’raj) aku melewati suatu kaum yang bibir-bibir mereka potong dengan gunting dari gunting dari neraka, lalu aku bertanya: Siapakah mreka ini wahai Jibril?. Rasulullah saw bersabda: Mereka adalah para orator dari kaummu yang mengatakan sesuatu namun mereka sendiri tidak mengarjakannya”.[5]

Allah swt berfirman:
3.  Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. QS. Al-Shaff: 3

Al-Ragib berkata: Al-Maqtu adalah kemurkaan yang besar terhdap orang yang engkau lihat melakukan keburukan[6]

22.  Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). QS. Al-Nisa’: 22

Al-Nakha’I berkata: Tiga ayat yang mencegah aku bercerita kepada masyarakat, yaitu firman Allah swt:
44.  Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, QS. Al-Baqarah: 44

Dan perkataan Syu’aib alaihis salam:
88.  dan Aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang Aku larang. QS. Hud: 88

Dan firman Allah swt:
2.  Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. QS. Al-Shaf: 2

Ibrahim Al-Taimy rahimhullah berkata: Tidakkalah aku mengukur perkataanku dengan perbuatanku kecuali aku takut menjadi seorang pendusta”.[7]

Di antara pelajaran yang dapat disimpulkan dari ayat yang mulia ini adalah:

Pertama: Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini atas wajibnya memenuhi janji.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: Apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia mengingkari janji dan apabila dipercaya maka dia mengkhianatinya”.[8]
Ibnu Hajar berkata: Pondasi beragama itu terbangun pada tiga perkara: Perkataan, perbuatan dan niat. Dan Rasulullah saw mengingatkan bahwa perkataan dirusakkan oleh kedustaan, dan perbuatan dirusakkan oleh khianat dan niat dirusakkan perkara yang tidak dipenuhi.

Dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah ra berkata: Rasulullah saw mendatangi kami dan aku pada waktu itu masih kecil. Maka aku pergi keluar untuk bermain lalu ibuku berkata: Wahai Abdullah!, datanglah kemari aku  memberikanmu sesuatu, maka Rasulullah saw berkata kepadanya: Seandainya engkau tidak memberikannya maka akan ditulis bagimu satu kebohongan”.[9]

Kedua: Ilmu harus disertai dengan amal, sebab seseorang akan ditanya oleh Allah pada hari kiamat tentang Ilmunya apakah yang diperbuatnya dengan ilmunya?. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits riwayat Abi Barzah Al-Aslami ra bahwa Nabi saw bersabda: Tidak akan melangkah dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dirinya akan ditanya oleh Allah tentang umurnya di manakah dia habiskan, tentang ilmunya apakah yang dilakukan dengan ilmunya, dan tentang hartanya dari manakah dia dapatkan dan kemanakah disalurkan serta tentang badannya pada apakah dipergunakan?.[10]

Dari Jundub bin Abdillah ra bahwa Nabi saw bersabda: Perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia namun melupakan dirinya sendiri sama seperti pelita yang menerangi manusia namun membakar dirinya sendiri”.[11]

Ketiga: Allah melarang orang yang beriman mengatakan sesuatu yang tidak dikerjakannya, namun jika seorang mu’min melalaikan ketaatan kepada Allah, melakukan sebagian kemaksiatan maka hal itu tidak menggugurkan kewajiban amr ma’ruf nahi mungkar. Allah swt berfirman:

78.  Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. 79.  Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. QS. Al-Ma’idah: 78-79

Dari Abi Sa’id Al-Khudri ra bahwa Nabi saw bersabda: Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran maka hendaklah dia mengingkarinya dengan  tangannya, dan jika dia tidak mampu maka hendaklah dia merubahnya dengan lisannya dan jika dia tidak mampu maka hendaklah dia merubahnya dengan hatinya dan itu adalah cermin selemah-lemah iman”.[12]

Dan Jika Al-Hasan melarang sesuatu maka sungguh dia sebenarnya tidak pernah mengerjakan kemaksiatan tersebut dan apabila dia melewati sesuatu maka dia benar-benar mengambilnya sebagai pedoman, seperti inilah wujud dari hikmah tersebut.

Abul Aswad Al-Du’ali berkata:
Janganlah engkau melarang sesuatu lalu dirimu sendiri terjebak di dalamnya
Sungguh kehinaan besar jika kamu terjabak mengerjakan keburukan tersebut
Mulailah dari dirimu sendiri dan jauhkanlah jiwamu dari ketersesatannya
Apabila jiwamu sudah berhenti maka sungguh engkau adalah hakim bijaksana
Saat itulah dirimu diterima jika engkau menasehati dan engkau akan yang turuti
Karena ilmu yang kau  miliki dan saat itulah pembelajaran menjai bermanfaat

Ibnu Hazm berkata: Maksudanya adalah bahwa Abul Aswad mengecam orang yang mengerjakan kemakasiatan yang diingkarinya, sebab keburukan amal seseorang menjadi bertambah pada saat dirinya mengerjakan apa yang dilarangnya. Sungguh perkataan yang sangat baik. Allah swt berfirman:

44.  Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?. QS. Al-Baqarah: 44

Dari Al-hasab disebutkan bahwa dia mendengar seseorang berkata: Tidak wajib mencegah meninggalkan keburukan kecuali orang yang tidak mengerjakannya, lalu Al-Hasan berkata: Iblis sangat berkehendak agar dia menang dengan pemahaman seperti ini sehingga tidak ada seorangpun yang mencegah meninggalkan kemungkaran dan tidak pula menyeru kepada ma’ruf. Ibnu Hazam berkata: Sungguh benar apa yang dikatakan oleh AL-Hasan, pada apa yang kami ungkapkan sebelumnya”. [13]

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad dan kepada seluruh keluarga dan shahabatya -

Tulisan Guruku Dari Indonesia.

[1] Al-jami’ liahkamil qur’an: 18/80
[2] Tafsir Ibnu Katsir: 4/358
[3] Tafsir Ibnu Sa’di: 1196
[4] Shahih Bukhari: 2/236, 437 no: 3627 dan shahih Muslim: 4/2291 no: 2989
[5] Musnad Imam Ahmad: 3/120
[6] Mu’jam mufrodatul alfazil qur’an: Hal: 490
[7] Shaihih Bukhari: 1/32. Artinya aku khawatir jika orang lain mendustaiku setelah mereka mengetahui amalku yang berbeda dengan peraktaanku. Dia meneeegurkau dengan mengatakan: Senadainya engkau jujur niscaya engkau tidak akan pernah mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang engkau katakan. Makna yang lain adalah sekalipun dia telah menasehati manusia namun dia pernah sampai pada tingkat amal yang sempurna, dan Allah telah mengecam mereka yang memrintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar sementara dirinya lalai mewujudkan apa yang dikatakannya.
[8] Shahih Bukhari: 1/27 no: 33 dan shahih Muslim: 1/78 no: 59
[9] Sunan Abu Dawud: 4/298 no: 4991
[10] Sunan Tirmidzi 4/612 no: 2416 dan dia berkata: Hadits hasan shahih
[11] Al-Haitsami berkata di dalam kitab Majma’uz Zawa’id 1/184 diriwayatkan oleh Al-Tabrani di kitab Al-Kabir dan perawinya terpercaya. Dan Al-mundziri berkata di dalam kitab targib wat tarhib: 1/173 sanadnya hasan.
[12] Shahih Muslim: 1/69 no: 49
[13] Al-Akhlak was siar fi mudawatin nufus: hal: 100

Tiada ulasan:

Catat Ulasan