Rabu, 14 April 2010

TIDUR DAN BATAL WUDHUK

Fatwa Syeikh al-Syarbashi: Tidur Bagaimana Yang Membatalkan Wudhuk?

Soal: Jenis tidur bagaimanakah yang membatalkan wuduk? Apakah semata-mata mengantuk yang menyerang seseorang yang sedang duduk itu akan membatalkan wuduk?

Jawab: Para fuqaha menetapkan bahwa salah satu perkara yang membatalkan wuduk ialah tidur yang nyenyak dan dengan keadaan normal. Karena, seseorang yang tidur dengan keadaan normal di atas ranjang tidak sadar akan dirinya. Mungkin saja ada angin (kentut) yang membatalkan wuduk yang keluar dari dirinya namun dia tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, dia harus memper­baharui wuduknya tatkala hendak mengerjakan sesuatu yang meng­haruskan wudhuk.

Sebagian fuqaha mengatakan bahwa tidur yang ringan tidak membatalkan wudhuk. Tidur yang ringan ialah rasa mengantuk yang menyerang seseorang tatkala sedang duduk atau berdiri. Para sahabat Rasulullah saw pernah terlihat terkantuk-kantuk kepalanya tatkala sedang menunggu waktu salat Isyak, tapi kemudian mereka mengerjakan salat tanpa berwudhuk lagi. Di dalam sebuah hadis diceritakan bahwa rasa mengantuk pernah menyerang para sahabat secara berulang-ulang, namun mereka tidak berwudhuk karenanya.

Di dalam fiqih Islam disebutkan bahwa tidur yang membatal­kan wudhuk adalah tidur dengan posisi berbaring, karena tatkala seseorang tidur dengan posisi berbaring maka semua persendian­nya melemas. Sebuah hadis mengatakan, "Barangsiapa tidur dalam keadaan duduk maka dia tidak mesti berwudhuk, dan barangsiapa tidur dengan posisi berbaring maka dia wajib berwudhuk."

Oleh karena itu, para fuqaha mengatakan, "Orang yang tidur dengan menjaga posisi punggungnya tetap menempel pada lantai tempat duduknya maka wudhuknya tidak batal, walaupun tidurnya itu cukup panjang."

Diceritakan bahwa 'Abdullah bin 'Umar ra terkadang tidur dengan posisi duduk, kemudian dia bangun dan mengerjakan salat tanpa berwudhuk lagi.

Sebagian fuqaha bersikap keras dan mengatakan bahwa semua jenis tidur membatalkan wudhuk, walaupun hanya sekadar mengan­tuk yang ringan. Seseorang tidak diharuskan berpegang kepada pendapat ini.

Petikan: Yas'alunaka - Tanya Jawab Lengkap Tentang Agama Dan Kehidupan, Dr Ahmad asy-Syarbashi, Penerbit Lentera

Tiada ulasan:

Catat Ulasan